Sepeda dimodifikasi menjadi bermacam
bentuk sudah biasa. Namun membuat
sepeda menjadi wayang, hanya
komunitas Sepeda Tua Old
Bikers Magelang yang melakukannya.
Dengan wayang unik itu, mereka
berkampanye tentang sehatnya
bersepeda.
LAYAR putih itu dibentangkan
memanjang sekira lima meter. Ada
gamelan, juga sinden. Ada pula
gunungan (kelir) dan beberapa tokoh
wayang.
Tetapi, ini bukanlah pertunjukan wayang
kulit, melainkan wayang onthel, seni
pewayangan yang semua tokohnya
dibikin dari onderdil sepeda onthel.
Memang, piranti pementasannya amat sederhana, tak selengkap wayang kulit sungguhan. Karakter wayang yang dimunculkan juga hanya beberapa, tidak selengkap wayang ‘’resmi’’ di mana semua tokoh dijajar seluruhnya di sisi kanan-kiri dalang. Kesederhanaan itu juga berlaku dalam alur cerita. Si dalang tidak menceritakan Ramayana atau Mahabharata. Dalang mengangkat cerita kekinian yang sedikit dipoles dengan latar belakang cerita kerajaan-kerajaan jaman dahulu. Durasi pementasan lebih pendek, namun justru lebih praktis dan tidak menjemukan.
http://www.suaramerdeka.com/smcetak/index.php?fuseaction=beritacetak.detailberitacetak&id_beritacetak=175685 http://madedeka.blogspot.com/2012/05/wayang-onthel-di-senayan-180710.html?m=1&zx=52462e4129e1b505
Memang, piranti pementasannya amat sederhana, tak selengkap wayang kulit sungguhan. Karakter wayang yang dimunculkan juga hanya beberapa, tidak selengkap wayang ‘’resmi’’ di mana semua tokoh dijajar seluruhnya di sisi kanan-kiri dalang. Kesederhanaan itu juga berlaku dalam alur cerita. Si dalang tidak menceritakan Ramayana atau Mahabharata. Dalang mengangkat cerita kekinian yang sedikit dipoles dengan latar belakang cerita kerajaan-kerajaan jaman dahulu. Durasi pementasan lebih pendek, namun justru lebih praktis dan tidak menjemukan.
Wayang-wayang yang
digunakan dibuat dengan cara dan
bahan-bahan unik. Berko atau lampu
sepeda dijadikan kepala. Pedal untuk
membuat tubuh, sementara tangan dan
kaki dibuat dari sisa-sisa kabel rem.
Bentuknya menyerupai wayang kulit,
tapi tentu saja lebih berat. Maklum,
bagian-bagian penyusun itu umumnya
adalah besi.
Tak ada pakem dalam membuat karakter
wayang. Semua disesuaikan dengan
onderdil yang tersedia. Yang pasti, kepala
wayang selalu menggunakan berko.
Tetapi untuk tubuh, tangan, dan kaki,
bisa dirangkai dengan berbagai onderdil.
Tak melulu pedal dan kabel rem.
‘’Yang penting bisa nyambung.
Tubuhnya terkadang menggunakan gir. Tak ada pakem harus menggunakan onderdil ini- itu, yang penting wujud wayangnya terbentuk,íí kata dalang wayang onthel, Andre Topo. Dia menceritakan, wayang onthel adalah milik dan karya Komunitas Sepeda Tua Old Bikers VOC Magelang. Mereka membuat itu berangkat dari kegemaran yang sama, yakni menyukai sepeda tua. Secara konsisten, komunitas ini menggelar kampanye transportasi ramah lingkungan dengan sepeda onthel.
Tubuhnya terkadang menggunakan gir. Tak ada pakem harus menggunakan onderdil ini- itu, yang penting wujud wayangnya terbentuk,íí kata dalang wayang onthel, Andre Topo. Dia menceritakan, wayang onthel adalah milik dan karya Komunitas Sepeda Tua Old Bikers VOC Magelang. Mereka membuat itu berangkat dari kegemaran yang sama, yakni menyukai sepeda tua. Secara konsisten, komunitas ini menggelar kampanye transportasi ramah lingkungan dengan sepeda onthel.
Cerita yang dimunculkan dalam
pementasan tak jauh dari persoalan
sepeda dan lingkungan. Ketika pentas,
saya merasa seperti orang yang sedang
bercerita kepada anak-anak,íí
katanya.
Dia mengaku, cerita yang dipaparkan tak
serumit alur cerita wayang kulit. Soalnya,
penonton yang hadir tak semuanya
menggemari wayang. Cerita lebih dekat
ke persoalan kekinian, dan yang sering,
ada bumbu guyonan.
Sejarah
Menurut Andre, masyarakat butuh
hiburan yang berbeda. Itulah alasan dia
selalu mementaskan wayang ontel
dengan bumbu humor untuk mengocok
perut penonton.
Di tengah cerita, barulah dia memunculkan pesan sesuai visi komunitas, mengajak masyarakat menggemari sepeda dan hidup yang lebih ramah pada lingkungan. Namun Andre mengakui, anggota komunitasnya yang konsen dengan seni pertunjukan pun tidak banyak. Hanya ada beberapa saja. Namun, semua anggota komunitas memberikan dukungan sesuai dengan keahlian. Dia mencontohkan, ilustrasi musik digarap sesuai dengan sumber daya manusia yang ada, menggabungkan instrumen musik Jawa seperti kendang, saron, dan gong dengan kunci pas, rem, juga bel sepeda.
Di tengah cerita, barulah dia memunculkan pesan sesuai visi komunitas, mengajak masyarakat menggemari sepeda dan hidup yang lebih ramah pada lingkungan. Namun Andre mengakui, anggota komunitasnya yang konsen dengan seni pertunjukan pun tidak banyak. Hanya ada beberapa saja. Namun, semua anggota komunitas memberikan dukungan sesuai dengan keahlian. Dia mencontohkan, ilustrasi musik digarap sesuai dengan sumber daya manusia yang ada, menggabungkan instrumen musik Jawa seperti kendang, saron, dan gong dengan kunci pas, rem, juga bel sepeda.
‘’Dari perpaduan berbagai instrumen itu,
justru muncul irama yang khas. Mungkin
ini kebetulan karena tak banyak di
antara mereka yang bisa bermain musik.
Pokoknya hanya memukul-mukul besi
dan kunci pas saja,’’ ujarnya.
Lagu-lagu yang dimainkan adalah lagu
yang sudah populer, seperti ‘’Perahu
Layar’’. Tapi, aransemen musik dan
liriknya sudah dipermak. Menurut
Andre, syair lagu diubah dengan ajakan
untuk gemar bersepeda.
Koordinator Komunitas Sepeda Tua Old
Bikers VOC Magelang, Bagus Priyana,
mengatakan, wayang onthel berawal dari
keresahan anggota komunitas terhadap
perilaku masyarakat yang sebagian besar
sudah menanggalkan sepeda sebagai
sarana transportasi.
‘’Kemudian kami berkumpul, berdiskusi
panjang, bagaimana menciptakan
hiburan yang tetap memiliki warna dan
corak sepeda baik wujud maupun pesan
yang disampaikan. Akhirnya lahirlah
seni pertunjukan wayang onthel ini pada
Januari 2006,íí katanya.
Wayang onthel, menurutnya, sudah
dipentaskan di berbagai kota, antara lain
Semarang, Yogyakarta, dan Jakarta. Pada
Kongres Sepeda Indonesia (KSI) 17 Juli
2010 di Jakarta, wayang onthel berada
satu panggung dengan seniman kondang
seperti Djaduk Ferianto.
Pada awalnya, dalam pementasan
wayang onthel, selain memajang wayang
dari onderdil sepeda juga wayang kulit
asli.
Setelah dievaluasi dan disempurnakan, pada akhirnya disepakati hanya menggunakan wayang dari onderdil sepeda saja. Dengan model pertunjukan ini, masyarakat, khususnya anak-anak, lebih menyukai sehingga visi yang disampaikan bisa mengena. Job manggung, menurutnya, paling banter setahun empat kali. Itu pun datang dari lembaga yang memiliki visi sama dengan komunitasnya. Ide dan alur cerita juga bisa dipesan sesuai keinginan masyarakat. Dia mencontohkan, ketika dipanggil untuk tampil di sekolah, cerita tentang nilai budi luhur khusus untuk anak-anak dimasukkan dalam cerita. Menurutnya, si dalang lebih tahu bagaimana bercerita kepada anak-anak.
Setelah dievaluasi dan disempurnakan, pada akhirnya disepakati hanya menggunakan wayang dari onderdil sepeda saja. Dengan model pertunjukan ini, masyarakat, khususnya anak-anak, lebih menyukai sehingga visi yang disampaikan bisa mengena. Job manggung, menurutnya, paling banter setahun empat kali. Itu pun datang dari lembaga yang memiliki visi sama dengan komunitasnya. Ide dan alur cerita juga bisa dipesan sesuai keinginan masyarakat. Dia mencontohkan, ketika dipanggil untuk tampil di sekolah, cerita tentang nilai budi luhur khusus untuk anak-anak dimasukkan dalam cerita. Menurutnya, si dalang lebih tahu bagaimana bercerita kepada anak-anak.
‘’Sebagian besar kru memiliki kesibukan
bekerja. Karena itu, ketika akan tampil,
kami harus mencari jadwal yang tepat
agar mereka tidak membolos kerja atau
menutup warungnya lebih awal,’’ kata
Bagus.
Bagus berharap, buah usaha
komunitasnya ini bisa dipetik tahun-
tahun mendatang, yakni dengan makin
banyak orang menggunakan sepeda.
(Sholahuddin al-Ahmed-43)
http://www.suaramerdeka.com/smcetak/index.php?fuseaction=beritacetak.detailberitacetak&id_beritacetak=175685 http://madedeka.blogspot.com/2012/05/wayang-onthel-di-senayan-180710.html?m=1&zx=52462e4129e1b505