Semenjak itulah API berkembang pesat seakan bebas dari hambatan, sehingga mulai tahun 1977 jumlah santri sudah mencapai sekitar 1500-an. Inilah puncak prestasi KH.Chudhori di dalam membawa API ke permukaan umat. Adalah merupakan suratan taqdir, dimana pada saat API sedang berkembang pesat dan melambung ke atas, KH.Chudhori dipanggil kerahmatullah (wafat), sehingga kegiatan taklim wataalum terpaksa diambil alih oleh putra sulungnya (KH. Abdurrohman Ch) dibantu oleh putra Keduanya (Bp. Achmad Muhammad Ch). Peristiwa yang mengaharukan ini terjadi pada penghujung tahun 1977. Sudah menjadi hal yang wajar bahwa apabila disuatu pondok pesantren terjadi pergantian pengasuh, grafik jumlah santri menurun. Demikina juga API pada awal periode KH. Abdurrohman Ch jumlah santri menurun drastis, sehingga pada tahun 1980 tinggal sekitar 760-an.
Akan tetapi nampak keuletan dan kegigihan KH.Chudhori telah diwariskan kepada 37 KH. Abdurrohman Ch, sehingga jumlah santri bias kembali meningkat sampai pada tahun 1922 menurut catatan sekretaris mencapai 2698 santri. Disini perlu dimaklumi oleh pembaca bahwa dari awal berdirinya hingga sekarang, API hanya menerima santri putra. Meskipun usulan dan saran dari berbagai kalangan saling berdatangan, namun belum pernah terpikirkan secara serius untuk mendirikan pondok pesantren putri hingga sekarang. Hal ini dapat dimaklumi karena faktor sarana dan prasarananya kurang mendukung terutama persediaan air bersih dan tanah lokasi. Asrama Perguruan Islam Magelang Kekejaman Belanda semasa perang kemerdekaan II tahun 1948-1949 sangat dirasakan oleh segenap santri dan pengasuh Pondok Pesantren Tegalrejo ini.
Bangunan- bangunan pesantren yang ada beserta kitab-kitab milik para pengasuh, pada tahun 1948 dirusak dan dibakar oleh Belanda. Akibatnya, selama satu tahun penuh sejak peristiwa itu, kegiatan PP Tegalrejo mengalami fathrah (vakum), tanpa kegiatan. Baru pada tahun 1950, oleh KH Chudlori bin Ichsan, menantu KH Dalhar, pimpinan PP Watucongol, Muntilan, Kabupaten Magelang, PP Tegalrejo dibangun lagi. Pesantren ini telah banyak melahirkan alumni yang menjadi tokoh masyarakat. KH Abdurahman Wahid, mantan ketua Tanfidziyah PBNU dan menantu Presiden RI, tercatat sebagai salah seorang alumni Pesantren ini. Masyarakat dan Potensi Wilayah Mayoritas penduduk wilayah Tegalrejo beragama Islam, meskipun tidak seluruhnya taat menjalankan ibadat. Pekerjaan sebagian besar penduduk sebagai petani, sebagian lainnya sebagai pegawai, pedagang, buruh dan lain-lain.
Di lingkungan Pondok Tegalrejo terdapat beberapa buah Pondok Pesantren. Di antaranya PP Muttalibin dengan pengasuhnya Kyai Muthalib, saudara KH Abdurrahman, PP Tarbiyatun- Nisa’, dengan penga¬suhnya KH Madrik Chudlori. Ada lagi PP Asrama Perguruan Islam (API) Putri, dengan pengasuhnya Kyai Damanhuri (menantu Kyai Chudlori Ichsan). Tidak jauh dari Desa Krajan, di Desa Kuripan terdapat sebuah PP dipimpin oleh KH Ichsan. Pengelolaan Pondok Pesantren Pendiri sekaligus pengelola pertama PP Tegalrejo adalah KH Chudlori, yang di lingkungan santri dikenal sebagai Muassis. Dari nama “Asrama Perguruan Islam” ini, sang Muassis mempunyai harapan nantinya para mutakhorijin (alumni) PP ini benar-benar terdorong untuk menjadi guru ngaji. Kepemimpinan KH Chudlori berjalan sampai tahun 1977, saat beliau meninggal dunia. Dan sejak itu, KH Abdurrahman dan KH Ahmad Muhammad, dua orang di antara putra-putranya, ditunjuk untuk melanjutkan kepemimpinan PP.
Di samping kedua orang kyai tersebut, di lingkungan PP Tegalrejo ada dikenal istilah ahlil-bait, yaitu keluarga kyai. Kepengurusan PP dijabat oleh santri senior. Kyai dan keluarganya (ahlil-bait), dalam kepengurusan ini secara formal hanya duduk sebagai penasihat. Kepengurusan PP Salaf ini terdiri atas dewan penasihat dengan 5 orang kyai, ketua dengan 2 orang anggota, sekretaris dengan 4 orang anggota, dan bendahara dengan 3 orang anggota. Di samping keempat unsur tersebut, dalam kepengurusan pondok ini dibentuk 19 seksi, 3 kelompok penanggung jawab kegiatan, 10 regu pengurus komplek serta 5 kelompok petugas piket. Kegiatan Pendidikan 1. Pendidikan sekolah Program pendidikan yang diselenggarakan sejak dahulu menggunakan sistem klasikal. Bentuk pendidikan yang ada berupa madrasah yang terdiri dari 7 kelas. Kurikulum yang dipakai dari kelas 1 sampai kelas terakhir secara berjenjang mempelajari khusus ilmu agama, baik itu fikih, aqidah, akhlaq, tasawuf dan ilmu alat (nahwu dan sharaf) yang semuanya dengan kitab berbahasa Arab. Kitab-kitab yang diajarkan di bidang fikih antara lain Safinatun-Najah, Fathul Qorib, Minhajul-Qowin, Fathul-Wahhab, al-Mahalli, Fathul Mu’in, dan Uqdatul- Farid.
Di bidang ushul fiqih antara lain Faraidul-Bahiyah. Di bidang tauhid antara lain Aqidatul-Awam. Di bidang nahwu antara lain ash-Shorof Tasrifiyat. Di bidang balaghah antara lain Jauharatul Maknun, Sullamul Munauroqi. Di bidang akhlaq/tasawuf antara lain Ta’limul Muta’alim, Ihya ‘Ulumiddin. Di bidang tafsir al-Quran antara lain Tafsir Jalalain. Di bidang hadis antara lain Shahih Bukhari. Di bidang muthala’ah hadis antara lain al-Baiquniyah. Kelas 1 s/d 7 di PP Tegalrejo, oleh masyarakat lebih dikenal dengan nama kitab yang dipelajari. Seperti tingkat I dikenal Jurumiyah Jawan, Tingkat II dengan nama Jurumiyah, tingkat III dengan nama Fathul Qorib, tingkat IV dengan Alfiyah, tingkat V dengan Fathul Wahab, tingkat VI dengan al-Mahalli, tingkat VII dengan Fathul Mu’in dan tingkat VIII dengan Ihya ‘Ulumuddin. 2. Kegiatan ekstrakurikuler Sejak tahun 1993, PP Tegalrejo setiap bulan Ramadlan mengirimkan santri seniornya ke daerah-daerah yang membutuhkan dai/ muballigh.
Daerah yang sering mengajukan permintaan antara lain daerah Gunungkidul, Bojonegoro, Sragen dan Banyumas. Di lingkungan PP ini juga diselenggarakan Bahtsul Masail, yakni pembahasan masalah-masalah aktual. Kegiatan lainnya adalah Jam’iyyatul Quro, yaitu membaca al-Quran secara bersama-sama. Selain itu juga “Khotbah Komplek”, yaitu latihan berkhotbah/ pidato. Kemudian pertemuan setiap hari Senin yang dihadiri para alumni PP. Pertemuan ini dikenal sebagai acara Seninan. Pertemuan mutakhorijin (alumni) PP diseleng¬garakan setiap 35 hari, yaitu pada hari Ahad Kliwon. Acara ini lebih dikenal sebagai acara Selapanan. 3. Ciri Khas PP Tegalrejo dikenal dengan sistem salafnya yang mempelajari ilmu fikih beserta ilmu-ilmu alatnya. Santri, Kyai dan Ustadz/ Guru Pada tahun 2001 penghuni PP Tegalrejo tercatat 3.002 santri. Seluruhnya merupakan santri mukim. Dari jumlah itu, 300-an santri berasal dari Kabupaten Magelang, lainnya 2.702 berasal dari luar wilayah kabupaten- kebupaten di Jawa, dan juga luar Jawa.
Di lingkungan PP Tegalrejo ini terdapat 9 orang kyai, yang seluruhnya putra dan cucu dari Kyai Chudlori. Masing- masing kyai menangani bidang tertentu. KH Abdurrahman merupakan pengasuh ter¬tinggi di bidang pengajaran. KH Ahmad Muhammad adalah pengasuh di bidang hubung¬an sosial kemasya¬rakatan. Sedang ustadz/guru yang mengajar berjumlah sekitar 200 orang. Mereka alumni PP ini. Para ustadz/guru di pondok tidak memperoleh fasilitas khusus dari PP, seperti gaji, kamar khusus atau makan cuma-cuma. Mereka mengajar santri dengan niat mengabdikan ilmu dan tenaganya untuk agama. Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh PP adalah sebagai berikut: 1 mushala, 44 kamar dua lantai, 2 ruang kantor, 14 kamar tamu, 1 kolam wudlu, 1 gedung pertemuan wali santri, kolam mandi, 1 dapur, 1 tempat pesucen, 32 WC besar, 24 urinoir. Untuk pengadaan makan sehari-hari, para santri secara jam’iyyah membayar iuran perbulan sebesar harga beras/jagung 10 kg atau kesepakatan pengurus kamar. Pembayaran syahriyah ini diberikan kepada seksi jam’iyyah kamar, selanjutnya seksi jam’iyyah membelanjakan serta memasak nasi (atau orang yang ditunjuk). Adapun untuk sayur dan lauknya, para santri membeli sendiri di kantin-kantin yang tersedia di dalam Pesantren. Sedang untuk makan para ustadz dan pegawai, disediakan kantin oleh Pesantren dengan cara membelinya.
sumber:image from http://iksaffpml.blogspot.com/2012/08/sejarah-berdirinya-ponpes-api-tegalrejo.html
article from;http://nu.or.id