Mayor Jenderal TNI Anumerta Bambang Sugeng (lahir di Tegalrejo,Magelang ,31 Oktober 1913 – meninggal di Jakarta,22 Juni 1977 pada umur 63 tahun) adalah seorang tokoh militer Indonesia dan pernah menjadi Kepala Staf TNI Angkatan Darat ke-3 yang menjabat dari tanggal 22 Desember 1952 hingga 8 Mei 1955.Selain berkarier di dunia militer,Bambang juga pernah menjabat sebagai Duta Besar Indonesia untuk Vatikan ,Jepang,dan Brasil.
Bambang meninggal dunia pada usia 63 tahun dengan pangkat terakhir Mayor Jenderal Anumerta dan dimakamkan di tanah kelahirannya Tegalrejo,Magelang.Mulai tanggal 1 November 1997,pemerintah Indonesia menaikkan pengkatnya menjadi Letnan Jenderal (Kehormatan).
Bambang lahir di Magelang,Jawa Tengah merupakan putra sulung dari 6 bersaudara.Ayahnya bernama Slamet dan ibunya bernama Zahro.Ia menempuh pendidikan HIS di Tegalrejo,kemudian melanjutkan ke MULO di Purwokerto dan menyelesaikan pendidikan AMS bagian A di Yogyakarta.Karena cita-citanya menjadi ahli hukum,Bambang sempat melanjutkan pendidikannya ke RHS di Jakarta tetapi tidak selesai karena sekolahnya ditutup oleh Jepang yang mulai berkuasa di Indonesia.
Pada tahun 1936,Bambang menikah dengan Sukemi yang berasal dari Temanggung dan dikaruniai 3 orang anak (1 putri dan 2 putra).Pernikahannya dengan Sukemi tidak bertahan lama,karena sakit paru-paru, istrinya meninggal dunia pada tahun 1946.Bambang kemudian menikah lagi dengan Istiyah yang berasal dari Banjarnegara dan dikaruniai 2 orang putri.Sebelum memulai karier militernya,Bambang sempat bekerja sebagai pegawai negeri pada pemerintah Kabupaten Temanggung sebagai juru tulis.
Karier militer
Bambang Soegeng tahun 1952.Karier militer Bambang dimulai pada tahun 1943 saat ia mengikut pendidikan perwira PETA Gyugun Renseitai di Bogor.Setelah lulus ia menjadi Cudanco (komandan kompi) dan ditempatkan di Magelang.Pada tahun 1944 Bambang sudah menjadi Daidanco (komandan peleton) di Gombong.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945,Bambang diangkat menjadi Komandan Resiman TKR di Wonosobo dengan pangkat Letnan Kolonel.Setelah proses Reorganisasi dan Rasionalisasi (ReRa) TNI pada tahun 1948,ia diangkat menjadi Komandan Divisi III yang meliputi Banyumas,Pekalongan,Kedu dan Yogyakarta.
Bambang Sugeng pernah memimpin pasukan TKR pada saat Agresi Militer I ( 1947) dan Agresi Militer II ( 1948).Selain itu ia juga termasuk perwira yang terlibat dalam perencanaan Serangan Umum 1 Maret 1949.Sebagai penguasa teritorial,Bambang mengendalikan jalannya pertempuran di wilayah Divisi III Jawa Tengah dan Yogyakarta pada masa 1948-1949.
Dari tangan pria kelahiran Magelang itu muncul Perintah Siasat dan Intruksi Rahasia untuk melakukan perang propaganda terhadap Belanda.Dengan posisinya yang senior kemudian Pemerintah menunjuknya untuk menjadi wakil Panglima Besar Sudirman atau Wakil 1 Kepala Staf Angkatan Perang (KSAP) mulai 21 September 1944 hingga 27 Desember 1949.Pada bulan Juni 1950 Bambang diangkat menjadi Panglima Divisi I/TT V Jawa Timur .
Sosoknya yang bisa diterima semua pihak yang menjadikanya satu-satunya alternatif bagi Presiden Soekarno saat mengangkatnya sebagai KASAD setelah mencopot AH Nasution yang dianggap mendalangi Peristiwa 17 Oktober.
Bambang menggunakan pendekatan unik khas Indonesia yaitu musyawarah untuk menyatukan para perwira TNI yang terbelah akibat Peristiwa 17 Oktober dan menghasilkan Piagam Djogja 1955.Piagam yang meredam friksi di dalam militer membuat Soekarno yang pada akhirnya mengangkat kembali AH Nasution menjadi KASAD.Bambang juga yang memprakarsai pencatatan setiap prajurit TNI atau Nomor Registrasi Pusat NRP yang kemudian ditiru pada pencatatan organisasi sipil atau Nomor Induk Pegawai NIP.
Setelah berhasil menyatukan kembali para perwira TNI Angkatan Darat melalui Piagam Djogja 1955,Bambang mengundurkan diri sebagai KASAD pada tanggal 8 Mei 1955.
(wikipidia)Bambang meninggal dunia pada usia 63 tahun dengan pangkat terakhir Mayor Jenderal Anumerta dan dimakamkan di tanah kelahirannya Tegalrejo,Magelang.Mulai tanggal 1 November 1997,pemerintah Indonesia menaikkan pengkatnya menjadi Letnan Jenderal (Kehormatan).
Bambang lahir di Magelang,Jawa Tengah merupakan putra sulung dari 6 bersaudara.Ayahnya bernama Slamet dan ibunya bernama Zahro.Ia menempuh pendidikan HIS di Tegalrejo,kemudian melanjutkan ke MULO di Purwokerto dan menyelesaikan pendidikan AMS bagian A di Yogyakarta.Karena cita-citanya menjadi ahli hukum,Bambang sempat melanjutkan pendidikannya ke RHS di Jakarta tetapi tidak selesai karena sekolahnya ditutup oleh Jepang yang mulai berkuasa di Indonesia.
Pada tahun 1936,Bambang menikah dengan Sukemi yang berasal dari Temanggung dan dikaruniai 3 orang anak (1 putri dan 2 putra).Pernikahannya dengan Sukemi tidak bertahan lama,karena sakit paru-paru, istrinya meninggal dunia pada tahun 1946.Bambang kemudian menikah lagi dengan Istiyah yang berasal dari Banjarnegara dan dikaruniai 2 orang putri.Sebelum memulai karier militernya,Bambang sempat bekerja sebagai pegawai negeri pada pemerintah Kabupaten Temanggung sebagai juru tulis.
Karier militer
Bambang Soegeng tahun 1952.Karier militer Bambang dimulai pada tahun 1943 saat ia mengikut pendidikan perwira PETA Gyugun Renseitai di Bogor.Setelah lulus ia menjadi Cudanco (komandan kompi) dan ditempatkan di Magelang.Pada tahun 1944 Bambang sudah menjadi Daidanco (komandan peleton) di Gombong.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945,Bambang diangkat menjadi Komandan Resiman TKR di Wonosobo dengan pangkat Letnan Kolonel.Setelah proses Reorganisasi dan Rasionalisasi (ReRa) TNI pada tahun 1948,ia diangkat menjadi Komandan Divisi III yang meliputi Banyumas,Pekalongan,Kedu dan Yogyakarta.
Bambang Sugeng pernah memimpin pasukan TKR pada saat Agresi Militer I ( 1947) dan Agresi Militer II ( 1948).Selain itu ia juga termasuk perwira yang terlibat dalam perencanaan Serangan Umum 1 Maret 1949.Sebagai penguasa teritorial,Bambang mengendalikan jalannya pertempuran di wilayah Divisi III Jawa Tengah dan Yogyakarta pada masa 1948-1949.
Dari tangan pria kelahiran Magelang itu muncul Perintah Siasat dan Intruksi Rahasia untuk melakukan perang propaganda terhadap Belanda.Dengan posisinya yang senior kemudian Pemerintah menunjuknya untuk menjadi wakil Panglima Besar Sudirman atau Wakil 1 Kepala Staf Angkatan Perang (KSAP) mulai 21 September 1944 hingga 27 Desember 1949.Pada bulan Juni 1950 Bambang diangkat menjadi Panglima Divisi I/TT V Jawa Timur .
Sosoknya yang bisa diterima semua pihak yang menjadikanya satu-satunya alternatif bagi Presiden Soekarno saat mengangkatnya sebagai KASAD setelah mencopot AH Nasution yang dianggap mendalangi Peristiwa 17 Oktober.
Bambang menggunakan pendekatan unik khas Indonesia yaitu musyawarah untuk menyatukan para perwira TNI yang terbelah akibat Peristiwa 17 Oktober dan menghasilkan Piagam Djogja 1955.Piagam yang meredam friksi di dalam militer membuat Soekarno yang pada akhirnya mengangkat kembali AH Nasution menjadi KASAD.Bambang juga yang memprakarsai pencatatan setiap prajurit TNI atau Nomor Registrasi Pusat NRP yang kemudian ditiru pada pencatatan organisasi sipil atau Nomor Induk Pegawai NIP.
Setelah berhasil menyatukan kembali para perwira TNI Angkatan Darat melalui Piagam Djogja 1955,Bambang mengundurkan diri sebagai KASAD pada tanggal 8 Mei 1955.